REVIEW FILM “SOEKARNO: INDONESIA
MERDEKA”
DAN HUBUNGANNYA
DENGAN GENERASI MUDA SAAT INI
Soekarno ialah Presiden
pertama Republik Indonesia. Jadi, sudah pasti masyarakat negeri ini mengetahui
siapa sosok Soekarno karena setiap pelajar Indonesia mempelajari sejarah. Selain merupakan presiden pertama,
ia juga sekaligus menjadi
Bapak proklamator
Negara ini. Tentunya sebagai pahlawan Negara Indonesia, namanya selalu akan
dikenang dalam sejarah maupun dunia. Kemerdekaan Indonesia tentunya menjadi
inspirasi bagi negara-negara di Asia-Afrika untuk membebaskan diri dari
kolonialisme dan imperialisme.
Berdasarkan
hal tersebut, Hanung Bramantyo terinspirasi untuk membuat film yang berjudul
“Soekarno: Indonesia Merdeka” dan mengangkatnya ke layar lebar. Seperti yang
kita ketahui, masyarakat Indonesia jarang sekali disuguhkan oleh film-film yang
mengandung sejarah dan kisah para pahlawan nasional. Namun, sering kali film
tersebut hanya bertemakan percintaan. Oleh karena itu, pada
kesempatan kali ini penulis akan membahas tentang review film soekarno yang dimulai
dari sinopsisnya, sudut pandang penulis termasuk kritik
dan saran untuk film
SOEKARNO yang berkaitan dengan generasi muda zaman sekarang.
Sinopsis Film “Soekarno: Indonesia
Merdeka”
Soekarno kecil dahulu bernama Kusno yang diperankan oleh
Emir Mahira, namun karena sering sakit-sakitan, nama tersebut diganti menjadi
Soekarno oleh ayahnya. Dengan nama baru itu,
ayahnya berharap ia akan menjadi ksatria layaknya Adipati Karno. Seiring waktu berjalan, harapan ayahnya terpenuhi
ketika Soekarno berusia 24 tahun. Ia berhasil mengguncang podium dengan
berteriak “Kita Harus Merdeka Sekarang!!!” yang berakibat ia dituduh menghasut dan memberontak
seperti Komunis. Namun, keberanian Soekarno tidak pernah meredup. Pledoinya yang sangat
terkenal, Indonesia Menggugat, mengantarkannya ke pembuangan di Ende, lalu ke Bengkulu.
Di Bengkulu, ia beristirahat sejenak dari dunia politik.
Kemudian, ia jatuh cinta kepada Fatmawati (Tika Bravani) padahal saat itu ia
masih menjadi suami Inggit Garnasih (Maudy Koesnaedi). Di
tengah masalah rumah tangganya, Jepang hadir
mengobarkan perang Asia Timur Raya
karena Belanda telah kalah oleh Jepang. Perjuangan Soekarno dan masyarakat Indonesia pun dimulai.
Hingga pada akhirnya, kemerdekaan Indonesia
terwujud pada tanggal 17 Agustus 1945.
Identitas Film
-
Pemain
Soekarno
Pemeran
Utama : Ario
Bayu - Soekarno
Lukman Sardi - Hatta
Tika
Bravani - Fatmawati
Maudy
Koesnaedi - Inggit Garnasih
Pemain lainnya :
Tanta
Ginting - Sjahrir
Sujiwo
Tejo - Soekemi Sosrodihardjo (Ayah Soekarno)
Ayu
Laksmi - Ida Ayu Nyoman Rai (Ibu Soekarno)
Mathias Muchus - Hassan Din (ayah
Fatmawati)
Rully Kertaredjasa - Ibu Fatmawati
Ferry Salim - Sakaguchi
Agus Kuncoro - Gatot Mangkuprojo
Stefanus Wahyu - Sayuti Melik
Elang - Kartosuwiryo
Agus Mahesa - Ki Hadjar Dewantara
Hamid Salad - Achmad Soebardjo
Hengky Solaiman - Koh Ah Tjun
(pedagang China)
Ria Irawan - Ceuceu (mucikari)
Emir Mahira - Soekarno remaja
-
Genre : Drama, Biografi
-
Durasi : 137 Menit
-
Tanggal
Rilis : 11 Desember 2013
Sudut Pandang Penulis Terhadap Film
“Soekarno: Indonesia Merdeka”
Setelah
menonton film ini selama 137 menit, kita jadi mengetahui bagaimana kisah
Soekarno dan para pahlawan lainnya dalam memperjuangkan kemerdekaan Indonesia
dan melepaskan diri dari penjajahan Belanda dan Jepang. Kemudian, mengenai alur
tokoh Soekarno, penulis merasa
aktor Ario Bayu yang
memerankan tokoh Soekarno sangat lah pas karena selain wajahnya yang tampan ia
juga memiliki karakter wajah yang hampir mirip dengan sosok
Soekarno walaupun dari segi
tatapan matanya tidak mirip dengan Soekarno yang seperti mata elang dan
cenderung menerawang. Pada film ini juga digambarkan sosok manusiawi tokoh
Soekarno
yaitu saat ia galau
mengenai wanita yang dimulai saat Soekarno remaja
(diperankan oleh Emir Mahira).
Ia telah mencintai perempuan belanda Mien Hessel (diperankan oleh Mia), namun hal tersebut tidak disukai oleh orang tua
wanita belanda itu karena Soekarno bukan berasal dari rasnya. Hal
tersebut lah yang
membuat Soekarno merasa Indonesia harus bangkit dan jangan mau diperbudak di negeri
sendiri oleh penjajah. Kualitas akting Emir Mahira ketika
memerankan Soekarno remaja juga sangat baik. Mengapa demikian? Karena saat
menonton film penulis dapat merasakan kesedihan yang dialami Soekarno remaja
ketika mengalami penolakan dari keluarga wanita Belanda tersebut.
Lalu, penggunaan tata bahasa yang diucapkan oleh para
pemain juga cukup fasih seperti pengucapan bahasa Jawa, Jepang, dan Belanda. Setiap
aktor maupun aktris berusaha untuk berakting yang
terbaik agar karakter asli dari para tokoh pahlawan dapat terlihat. Hal
itu juga terdukung oleh kostum yang mereka kenakan, karena terasa realistis. Selanjutnya, dari segi latar film yang
divisualisasikan juga sangat mirip dengan situasi pada zaman dahulu, hanya saja
kurangnya penjelasan settingan lokasi dan waktu pada setiap adegan. Seharusnya hal tersebut dapat
dijelaskan melalui bentuk tulisan maupun narator, karena tidak semua penonton
mengetahui secara detail mengenai sejarah. Suasana zaman dahulu yang ditampilkan juga telah
digambarkan dengan baik, ditambah dengan unsur editing yang pas sehingga dapat
memberikan kesan sinematografi yang maksimal dan membawa penonton
masuk ke dalam alur cerita. Alur cerita film ini secara keseluruhan ialah alur
maju, walaupun pada awal film adanya sedikit flashback ketika Soekarno kecil.
Keseluruhan pada film ini, menurut penulis lebih banyak dijelaskan mengenai sisi pribadi soekarno yang mudah menyukai perempuan daripada tentang perjuangannya saat meraih kemerdekaan Indonesia. Dalam hal ini, penulis menilai sutradara Hanung Bramantyo lebih banyak menyuguhkan kisah percintaan Soekarno dibandingan ide-ide membangun Indonesia merdeka. Padahal, apabila dilihat dari judul film ini sudah sangat jelas Soekarno: Indonesia Merdeka dan bukan Soekarno: Indonesia Galau. Sebagian masyarakat mungkin hal itu bisa dimaklumi karena agar penonton tidak begitu bosan dengan alur sejarah yang terkesan kaku. Namun, tidak berlaku dengan para kritikus film dan ahli sejarah. Terbukti, film ini menjadi kontroversial di Indonesia dari sebelum film ini tayang maupun setelah tayang. Menurut sumber dari situs https://www.kapanlagi.com/showbiz/film/indonesia/guruh-nilai-film-soekarno-berbahaya-8a3b0c.html Guruh Soekarno Putra mengatakan bahwa film SOEKARNO dapat membahayakan generasi muda lantaran penggambaran yang disajikan melenceng dari sejarah. Karenanya, ia menilai bahwa penayangan film ini harus dihentikan. Menurutnya, film SOEKARNO berkesan menggambarkan kemerdekaan Indonesia adalah hadiah dari Jepang. Selain itu, penggambaran Bung Sjahrir, yang seolah paling revolusioner dalam penulisan teks proklamasi, juga terkesan berlebihan.
Hal
ini terlihat dari sosok Bung Karno yang bisa galau karena wanita. Saat itu ia
masih memiliki istri Inggit Garnasih, namun Soekarno juga jatuh cinta dengan
Fatmawati. Soekarno ingin menikahkan Fatmawati, namun Inggit tidak rela jika
harus dipoligami. Pernikahan Inggit dengan Soekarno memang belum dikaruniai
anak, untuk itu Soekarno juga ingin menikahkan Fatmawati agar memiliki
keturunan. Di sisi lain, Soekarno tidak ingin berpisah dengan Inggit, tapi apa
boleh buat mereka pun akhirnya bercerai karena Inggit tidak mau dimadu.
Tentunya
pada adegan ini dapat
menimbulkan kontroversial, karena seperti yang diketahui Inggit merupakan istri
Soekarno yang membantu Soekarno mewujudkan cita-citanya dari masa sulit, namun
saat masa kejayaan Soekarno inggit tidak dapat merasakannya karena posisinya
sebagai istri Soekarno dan Ibu negara telah digantikan oleh Fatmawati. Alangkah lebih baik apabila adegan
soal beliau dengan wanita jangan dicampur dengan adegan beliau untuk perjuangan Indonesia karena akan mengakibatkan arti yang
sangat kompleks untuk dituangkan dalam sebuah film. Jadi, hal tersebut dapat
dipisahkan saja karena pada film ini sutradara terlalu mengarahkan pada sisi kepribadian
Soekarno tentang wanita, dibandingkan dengan kisah perjuangan dan penderitaan
yang dialami oleh Soekarno dan para pahlawan lainnya. Lalu, ada adegan Soekarno
yang menunjukkan para pelacur akrab dengannya. Pada adegan ini seharusnya
sutradara harus lebih hati-hati dan lebih diperjelas lagi karena akan
mengakibatkan pembunuhan karakter pada sosok Soekarno itu sendiri.
Pada realitas
kehidupan, Soekarno juga
manusia biasa, film ini memang berusaha menggambarkan sosok lain pada kehidupan Soekarno
dibalik karakternya yang gagah saat diatas panggung memberikan pidato. Kemudian
di film tersebut, pada saat detik-detik pembacaan teks proklamasi kurang
digambarkan suasana puasa, terlihat adanya banyak pedagang
kaki lima yang berjualan saat itu. Padahal, hampir tidak mungkin ada pedagang
menjajakan makanan kaki lima karena saat itu ialah bulan Ramadhan.
Karakter tokoh Soekarno kurang kuat
dalam film ini, banyak sekali adegan-adegan yang dipotong
dan terkesan terburu-buru dalam memvisualisasikannya sehingga penulis tidak
terlalu menikmati. Mungkin salah satu penyebabnya
adalah faktor durasi waktu yang tidak cukup
dijelaskan secara detail
dalam film mengingat sejarahnya yang cukup panjang.
Seharusnya, hal itu bukan dijadikan sebuah alasan karena banyak adegan yang
tidak terlalu penting memakan waktu yang lama seperti kisah cinta Soekarno.
Film merupakan salah satu bentuk propaganda
yang paling ampuh menurut penulis, karena kekuatan audio-visual yang dimiliki
dan terbalut oleh suatu cerita yang dikemas oleh sutradara sebagai gatekeeper dengan tujuan tertentu. Film Soekarno tentu banyak menimbulkan pradigma baru dalam
masyarakat termasuk keluarga Soekarno sendiri. Menurut sumber dari, http://fokus.news.viva.co.id/news/read/466151-soekarno-indonesia-merdeka-penuh-intrik-dan-kritik,
Rachmawati Soekarnoputri menggugurkan kerja
samanya dengan Multivision Plus, rumah produksi film Soekarno. Menurutnya, film yang disajikan tidak sesuai
dengan fakta baik dari segi penokohan maupun alur cerita. Ia juga beranggapan
bahwa film tersebut telah melecehkan dan memalukan Soekarno. Menurut penulis, karakter Soekarno di sini terasa memang lemah dan seolah-olah hanya
menampilkan kepandaian beliau saat berorasi saja.
Kondisi cerita film SOEKARNO tentu ada kaitannya dengan zaman
sekarang. Seperti yang kita ketahui, pada era modernisasi saat ini banyak masyarakat yang kecintaan
terhadap tanah airnya hampir luntur. Perkembangan teknologi yang begitu
pesat membuat
pemuda Indonesia, terjebak dalam budaya apatis dan hedonis. Pemuda yang
memikirkan nasib bangsa Indonesia terus berkurang, seandainya pun ada yang memikirkan pasti lebih banyak
kritikan dan keluhan yang timbul, bukan solusi untuk negara Indonesia di masa depan. Pada situasi ini, dikhawatirkan Indonesia akan
mengalami krisis kepemimpinan, bukan karena tidak ada
orang yang mau memimpin tetapi karena Indonesia kehilangan pemimpin yang
berkarakter pemimpin seperti Ir. Soekarno.
Terlepas dari berbagai konflik yang mengelilinginya, film SOEKARNO merupakan film
yang bermutu dan layak ditonton oleh generasi muda yang telah kehilangan ruh
Patriotisme dan Nasionalisme, yang berhasil diterjemahkan dalam konteks kekinian. Untuk itu, setelah menonton film ini
diharapkan para remaja Indonesia khususnya, dapat terinspirasi dan lebih
menghargai jasa para pahlawan. Generasi muda merupakan pondasi bangsa ini.
Tentu, pondasi tersebut harus memiliki akar yang kuat. Mengapa demikian? Karena
mereka ialah penerus perjuangan para pahlawan di masa lalu untuk masa depan
Indonesia yang lebih cerah. Agar menjadi sebuah akar yang tidak mudah rapuh,
sudah pasti kualitas Sumber Daya Manusia harus memadai. Lembaga pendidikan
misalnya, merupakan salah satu cara yang penting untuk membentuk karakter
bangsa. Selain ilmu pengetahuan, pendidikan moral juga harus diperkenalkan
secara mendalam agar masyarakat Indonesia tidak hanya cerdas secara akal, namun
juga memiliki attitude. Semoga
masyarakat yang telah menonton film ini, kecintaan terhadap tanah air tumbuh memuncak dengan cara menghargai
perbedaan antar masyarakat dalam aspek budaya, adat-istiadat, agama, suku, maupun
ras. Kemudian, dapat menghormati
simbol-simbol negara seperti lambang burung garuda, bendera merah putih, lagu
kebangsaan Indonesia Raya, dan lain sebagainya. Serta rajin membaca melalui
berbagai sumber literatur seperti buku, internet dll karena dengan membaca,
wawasan kita akan bertambah luas dan pola pikir akan berkembang. Jadi,
cita-cita bangsa dapat terwujud sesuai dengan ideologi kita yaitu pancasila.