Jumat, 26 Mei 2017

SOEKARNO: INDONESIA MERDEKA



REVIEW FILM SOEKARNO: INDONESIA MERDEKA  DAN HUBUNGANNYA DENGAN GENERASI MUDA SAAT INI


Soekarno ialah Presiden pertama Republik Indonesia. Jadi, sudah pasti masyarakat negeri ini mengetahui siapa sosok Soekarno karena setiap pelajar Indonesia mempelajari sejarah. Selain merupakan presiden pertama, ia juga sekaligus menjadi Bapak proklamator Negara ini. Tentunya sebagai pahlawan Negara Indonesia, namanya selalu akan dikenang dalam sejarah maupun dunia. Kemerdekaan Indonesia tentunya menjadi inspirasi bagi negara-negara di Asia-Afrika untuk membebaskan diri dari kolonialisme dan imperialisme.

Berdasarkan hal tersebut, Hanung Bramantyo terinspirasi untuk membuat film yang berjudul “Soekarno: Indonesia Merdeka” dan mengangkatnya ke layar lebar. Seperti yang kita ketahui, masyarakat Indonesia jarang sekali disuguhkan oleh film-film yang mengandung sejarah dan kisah para pahlawan nasional. Namun, sering kali film tersebut hanya bertemakan percintaan. Oleh karena itu, pada kesempatan kali ini penulis akan membahas tentang review film soekarno yang dimulai dari sinopsisnya, sudut pandang penulis termasuk kritik dan saran untuk film SOEKARNO yang berkaitan dengan generasi muda zaman sekarang.

Sinopsis Film Soekarno: Indonesia Merdeka
            Soekarno kecil dahulu bernama Kusno yang diperankan oleh Emir Mahira, namun karena sering sakit-sakitan, nama tersebut diganti menjadi Soekarno oleh ayahnya. Dengan nama baru itu, ayahnya berharap ia akan menjadi ksatria layaknya Adipati Karno. Seiring waktu berjalan, harapan ayahnya terpenuhi ketika Soekarno berusia 24 tahun. Ia berhasil mengguncang podium dengan berteriak “Kita Harus Merdeka Sekarang!!!” yang berakibat ia dituduh menghasut dan memberontak seperti Komunis. Namun, keberanian Soekarno tidak pernah meredup. Pledoinya yang sangat terkenal, Indonesia Menggugat, mengantarkannya ke pembuangan di Ende, lalu ke Bengkulu.

            Di Bengkulu, ia beristirahat sejenak dari dunia politik. Kemudian, ia jatuh cinta kepada Fatmawati (Tika Bravani) padahal saat itu ia masih menjadi suami Inggit Garnasih (Maudy Koesnaedi). Di tengah masalah rumah tangganya, Jepang hadir mengobarkan perang Asia Timur Raya karena Belanda telah kalah oleh Jepang. Perjuangan Soekarno dan masyarakat Indonesia pun dimulai. Hingga pada akhirnya, kemerdekaan Indonesia terwujud pada tanggal 17 Agustus 1945.

Identitas Film

-          Produser                : Raam Punjabi
-          Sutradara               : Hanung Bramantyo
-          Penulis Skenario    : Hanung Bramantyo, Ben Sihombing
-          Pemain Soekarno
Pemeran Utama     : Ario Bayu - Soekarno
Lukman Sardi - Hatta
Tika Bravani - Fatmawati
Maudy Koesnaedi - Inggit Garnasih
Pemain lainnya      :
Tanta Ginting - Sjahrir
Sujiwo Tejo - Soekemi Sosrodihardjo (Ayah Soekarno)
Ayu Laksmi - Ida Ayu Nyoman Rai (Ibu Soekarno)
Mathias Muchus - Hassan Din (ayah Fatmawati)
Rully Kertaredjasa - Ibu Fatmawati
Ferry Salim - Sakaguchi
Agus Kuncoro - Gatot Mangkuprojo
Stefanus Wahyu - Sayuti Melik
Elang - Kartosuwiryo
Agus Mahesa - Ki Hadjar Dewantara
Hamid Salad - Achmad Soebardjo
Hengky Solaiman - Koh Ah Tjun (pedagang China)
Ria Irawan - Ceuceu (mucikari)
Emir Mahira - Soekarno remaja

-          Genre                    : Drama, Biografi
-          Durasi                    : 137 Menit
-          Tanggal Rilis         : 11 Desember 2013

Sudut Pandang Penulis Terhadap Film “Soekarno: Indonesia Merdeka”

Setelah menonton film ini selama 137 menit, kita jadi mengetahui bagaimana kisah Soekarno dan para pahlawan lainnya dalam memperjuangkan kemerdekaan Indonesia dan melepaskan diri dari penjajahan Belanda dan Jepang. Kemudian, mengenai alur tokoh Soekarno, penulis merasa aktor Ario Bayu yang memerankan tokoh Soekarno sangat lah pas karena selain wajahnya yang tampan ia juga memiliki karakter wajah yang hampir mirip dengan sosok Soekarno walaupun dari segi tatapan matanya tidak mirip dengan Soekarno yang seperti mata elang dan cenderung menerawang. Pada film ini juga digambarkan sosok manusiawi tokoh Soekarno yaitu saat ia galau mengenai wanita yang dimulai saat Soekarno remaja (diperankan oleh Emir Mahira). Ia telah mencintai perempuan belanda Mien Hessel (diperankan oleh Mia), namun hal tersebut tidak disukai oleh orang tua wanita belanda itu karena Soekarno bukan berasal dari rasnya. Hal tersebut lah yang membuat Soekarno merasa Indonesia harus bangkit dan jangan mau diperbudak di negeri sendiri oleh penjajah. Kualitas akting Emir Mahira ketika memerankan Soekarno remaja juga sangat baik. Mengapa demikian? Karena saat menonton film penulis dapat merasakan kesedihan yang dialami Soekarno remaja ketika mengalami penolakan dari keluarga wanita Belanda tersebut.

Lalu, penggunaan tata bahasa yang diucapkan oleh para pemain juga cukup fasih seperti pengucapan bahasa Jawa, Jepang, dan Belanda. Setiap aktor maupun aktris berusaha untuk berakting yang terbaik agar karakter asli dari para tokoh pahlawan dapat terlihat. Hal itu juga terdukung oleh kostum yang mereka kenakan, karena terasa realistis. Selanjutnya, dari segi latar film yang divisualisasikan juga sangat mirip dengan situasi pada zaman dahulu, hanya saja kurangnya penjelasan settingan lokasi dan waktu pada setiap adegan. Seharusnya hal tersebut dapat dijelaskan melalui bentuk tulisan maupun narator, karena tidak semua penonton mengetahui secara detail mengenai sejarah. Suasana zaman dahulu yang ditampilkan juga telah digambarkan dengan baik, ditambah dengan unsur editing yang pas sehingga dapat memberikan kesan sinematografi yang maksimal dan membawa penonton masuk ke dalam alur cerita. Alur cerita film ini secara keseluruhan ialah alur maju, walaupun pada awal film adanya sedikit flashback ketika Soekarno kecil.

           
Keseluruhan pada film ini, menurut penulis lebih banyak dijelaskan mengenai sisi pribadi soekarno yang mudah menyukai perempuan daripada tentang perjuangannya saat meraih kemerdekaan Indonesia. Dalam hal ini, penulis menilai sutradara Hanung Bramantyo lebih banyak menyuguhkan kisah percintaan Soekarno dibandingan ide-ide membangun Indonesia merdeka. Padahal, apabila dilihat dari judul film ini sudah sangat jelas Soekarno: Indonesia Merdeka dan bukan Soekarno: Indonesia Galau. Sebagian masyarakat mungkin hal itu bisa dimaklumi karena agar penonton tidak begitu bosan dengan alur sejarah yang terkesan kaku. Namun, tidak berlaku dengan para kritikus film dan ahli sejarah. Terbukti, film ini menjadi kontroversial di Indonesia dari sebelum film ini tayang maupun setelah tayang. Menurut sumber dari situs https://www.kapanlagi.com/showbiz/film/indonesia/guruh-nilai-film-soekarno-berbahaya-8a3b0c.html Guruh Soekarno Putra mengatakan bahwa  film SOEKARNO dapat membahayakan generasi muda lantaran penggambaran yang disajikan melenceng dari sejarah. Karenanya, ia menilai bahwa penayangan film ini harus dihentikan. Menurutnya, film SOEKARNO berkesan menggambarkan kemerdekaan Indonesia adalah hadiah dari Jepang. Selain itu, penggambaran Bung Sjahrir, yang seolah paling revolusioner dalam penulisan teks proklamasi, juga terkesan berlebihan.

Hal ini terlihat dari sosok Bung Karno yang bisa galau karena wanita. Saat itu ia masih memiliki istri Inggit Garnasih, namun Soekarno juga jatuh cinta dengan Fatmawati. Soekarno ingin menikahkan Fatmawati, namun Inggit tidak rela jika harus dipoligami. Pernikahan Inggit dengan Soekarno memang belum dikaruniai anak, untuk itu Soekarno juga ingin menikahkan Fatmawati agar memiliki keturunan. Di sisi lain, Soekarno tidak ingin berpisah dengan Inggit, tapi apa boleh buat mereka pun akhirnya bercerai karena Inggit tidak mau dimadu.
           Tentunya pada adegan ini dapat menimbulkan kontroversial, karena seperti yang diketahui Inggit merupakan istri Soekarno yang membantu Soekarno mewujudkan cita-citanya dari masa sulit, namun saat masa kejayaan Soekarno inggit tidak dapat merasakannya karena posisinya sebagai istri Soekarno dan Ibu negara telah digantikan oleh Fatmawati. Alangkah lebih baik apabila adegan soal beliau dengan wanita jangan dicampur dengan adegan beliau untuk perjuangan Indonesia karena akan mengakibatkan arti yang sangat kompleks untuk dituangkan dalam sebuah film. Jadi, hal tersebut dapat dipisahkan saja karena pada film ini sutradara terlalu mengarahkan pada sisi kepribadian Soekarno tentang wanita, dibandingkan dengan kisah perjuangan dan penderitaan yang dialami oleh Soekarno dan para pahlawan lainnya. Lalu, ada adegan Soekarno yang menunjukkan para pelacur akrab dengannya. Pada adegan ini seharusnya sutradara harus lebih hati-hati dan lebih diperjelas lagi karena akan mengakibatkan pembunuhan karakter pada sosok Soekarno itu sendiri.

Pada realitas kehidupan, Soekarno juga manusia biasa, film ini memang berusaha menggambarkan sosok lain pada kehidupan Soekarno dibalik karakternya yang gagah saat diatas panggung memberikan pidato. Kemudian di film tersebut, pada saat detik-detik pembacaan teks proklamasi kurang digambarkan suasana puasa, terlihat adanya banyak pedagang kaki lima yang berjualan saat itu. Padahal, hampir tidak mungkin ada pedagang menjajakan makanan kaki lima karena saat itu ialah bulan Ramadhan.

Karakter tokoh Soekarno kurang kuat dalam film ini, banyak sekali adegan-adegan yang dipotong dan terkesan terburu-buru dalam memvisualisasikannya sehingga penulis tidak terlalu menikmati. Mungkin salah satu penyebabnya adalah faktor durasi waktu yang tidak cukup dijelaskan secara detail dalam film mengingat sejarahnya yang cukup panjang. Seharusnya, hal itu bukan dijadikan sebuah alasan karena banyak adegan yang tidak terlalu penting memakan waktu yang lama seperti kisah cinta Soekarno. 

             Film merupakan salah satu bentuk propaganda yang paling ampuh menurut penulis, karena kekuatan audio-visual yang dimiliki dan terbalut oleh suatu cerita yang dikemas oleh sutradara sebagai gatekeeper dengan tujuan tertentu. Film Soekarno tentu banyak menimbulkan pradigma baru dalam masyarakat termasuk keluarga Soekarno sendiri. Menurut sumber dari, http://fokus.news.viva.co.id/news/read/466151-soekarno-indonesia-merdeka-penuh-intrik-dan-kritik, Rachmawati Soekarnoputri menggugurkan kerja samanya dengan Multivision Plus, rumah produksi film Soekarno. Menurutnya, film yang disajikan tidak sesuai dengan fakta baik dari segi penokohan maupun alur cerita. Ia juga beranggapan bahwa film tersebut telah melecehkan dan memalukan Soekarno. Menurut penulis, karakter Soekarno di sini terasa memang lemah dan seolah-olah hanya menampilkan kepandaian beliau saat berorasi saja.

            Kondisi cerita film SOEKARNO tentu ada kaitannya dengan zaman sekarang. Seperti yang kita ketahui, pada era modernisasi saat ini banyak masyarakat yang kecintaan terhadap tanah airnya hampir luntur. Perkembangan teknologi yang begitu pesat membuat pemuda Indonesia, terjebak dalam budaya apatis dan hedonis. Pemuda yang memikirkan nasib bangsa Indonesia terus berkurang, seandainya pun ada yang memikirkan pasti lebih banyak kritikan dan keluhan yang timbul, bukan solusi untuk negara Indonesia di masa depan. Pada situasi ini, dikhawatirkan Indonesia akan mengalami krisis kepemimpinan, bukan karena tidak ada orang yang mau memimpin tetapi karena Indonesia kehilangan pemimpin yang berkarakter pemimpin seperti Ir. Soekarno.

            Terlepas dari berbagai konflik yang mengelilinginya,  film SOEKARNO merupakan film yang bermutu dan layak ditonton oleh generasi muda yang telah kehilangan ruh Patriotisme dan Nasionalisme, yang berhasil diterjemahkan dalam konteks kekinian. Untuk itu, setelah menonton film ini diharapkan para remaja Indonesia khususnya, dapat terinspirasi dan lebih menghargai jasa para pahlawan. Generasi muda merupakan pondasi bangsa ini. Tentu, pondasi tersebut harus memiliki akar yang kuat. Mengapa demikian? Karena mereka ialah penerus perjuangan para pahlawan di masa lalu untuk masa depan Indonesia yang lebih cerah. Agar menjadi sebuah akar yang tidak mudah rapuh, sudah pasti kualitas Sumber Daya Manusia harus memadai. Lembaga pendidikan misalnya, merupakan salah satu cara yang penting untuk membentuk karakter bangsa. Selain ilmu pengetahuan, pendidikan moral juga harus diperkenalkan secara mendalam agar masyarakat Indonesia tidak hanya cerdas secara akal, namun juga memiliki attitude. Semoga masyarakat yang telah menonton film ini, kecintaan terhadap tanah air tumbuh memuncak dengan cara menghargai perbedaan antar masyarakat dalam aspek budaya, adat-istiadat, agama, suku, maupun ras. Kemudian, dapat menghormati simbol-simbol negara seperti lambang burung garuda, bendera merah putih, lagu kebangsaan Indonesia Raya, dan lain sebagainya. Serta rajin membaca melalui berbagai sumber literatur seperti buku, internet dll karena dengan membaca, wawasan kita akan bertambah luas dan pola pikir akan berkembang. Jadi, cita-cita bangsa dapat terwujud sesuai dengan ideologi kita yaitu pancasila.

1 komentar:

  1. Wynn Palace Cotai, Macau - Mapyro
    Wynn Palace Cotai. 경주 출장샵 2,097 용인 출장마사지 reviews. 3,076 창원 출장마사지 reviews of 원주 출장안마 Cotai "The very best resort in Macau" rated 4.5/5 "on 7 원주 출장샵 days" rated 8.8/10. Rating: 2.7 · ‎2,076 reviews

    BalasHapus